Berita  

Proyek Jalan Rengel–Bektiharjo Rp 13,7 Miliar Diduga Sarat Korupsi, Konstruksi Rawan Ambrol

Tuban – Proyek pelebaran jalan Rengel–Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban senilai Rp 13,7 miliar yang bersumber dari APBD 2025 terindikasi dikerjakan serampangan dan sarat dugaan korupsi.

Berdasarkan pantauan wartawan di lapangan memperlihatkan beton cor jalan yang dipasang tanpa perkuatan dinding penahan tanah (retaining wall) sudah mulai longsor, meski proyek masih dalam tahap pelaksanaan.

Papan proyek yang terpasang mencatat kontrak No. 620/125.5/PPK-BM-APBD/414.103.a/2025 dengan kontraktor pelaksana CV. Briliant Jaya dan konsultan pengawas CV. Abhipraya Consultant.

Nilai kontrak sebesar Rp 13.701.700.000 ditargetkan rampung pada 28 Desember 2025. Volume pekerjaan mencakup pelebaran jalan sepanjang 6.506 meter, overlay sepanjang 1.350 meter, serta pembangunan dinding penahan tanah.

Namun realitanya jauh dari spesifikasi teknis. Yang mana cor beton terlihat hanya dituangkan langsung di atas tanah galian tanpa pondasi bawah (subgrade) yang dipadatkan sesuai standar.

Lebih parah lagi, pemasangan base course nyaris tidak maksimal, lapisan agregat kelas A yang seharusnya dipadatkan minimal 95% kepadatan standar (Proctor Test) justru tampak tipis, tidak merata, dan sebagian bahkan tertutup langsung oleh adukan beton.

Kondisi ini jelas menyalahi prinsip dasar konstruksi jalan. Base course berfungsi sebagai lapisan perantara untuk menyebarkan beban kendaraan ke tanah dasar, sekaligus mencegah deformasi.

Tanpa base course yang layak, beton cor di atasnya tidak akan memiliki daya dukung jangka panjang dan berpotensi cepat retak (cracking) maupun amblas.

Dan di titik tebing, persoalan makin nampak fatal. Konstruksi retaining wall yang semestinya menjadi penguat justru diabaikan. Akibatnya, badan jalan yang sudah dicor mulai tergerus dan longsor, memperlihatkan lapisan beton tipis bercampur tanah yang rawan hancur saat musim hujan tiba.

Melihat fakta di lapangan, beberapa sumber dari ahli konstruksi yang enggan disebutkan namanya menilai, kontraktor seakan hanya mengejar target fisik tanpa memperhatikan mutu.

“Praktik pemotongan spesifikasi (specification cutting) terlihat nyata, mulai dari pengurangan ketebalan base course, penghilangan subbase, hingga pengabaian drainase” ucapanya.

Ironisnya, konsultan pengawas yang seharusnya memastikan mutu pekerjaan justru membiarkan standar teknis dilanggar. Padahal, setiap lapisan pekerjaan wajib disertai uji kepadatan tanah (sand cone test), uji gradasi material agregat, hingga core drill test untuk memastikan tebal beton sesuai RAB.

Proyek senilai Rp 13,7 miliar ini kini berubah menjadi monumen kegagalan tata kelola infrastruktur di Tuban. Publik berhak mempertanyakan: apakah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tuban benar-benar melakukan pengawasan, atau justru bersekongkol dengan kontraktor?

Sayangnya, sampai berita ini dipublikasikan baik rekanan maupun Dinas terkait lebih memilih bungkam soal adanya kecurigaan dugaan korupsi oleh publik terhadap pengerjaan proyek yang menghabiskan dana milyaran rupiah tersebut.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin jalan yang seharusnya bertahan puluhan tahun, pasti hanya akan berumur hitungan bulan, seperti proyek-proyek APBD lainya yang sudah banyak ambrol dan dengan dalih faktor alam. Padahal jika diselidiki buruknya bangunan tersebut lantaran diduga sarat korupsi dan jadi keuntungan bersama.

By Redaksi

Tinggalkan Balasan