Lamongan, – Jalan Lingkar Utara (JLU) Lamongan, yang diagungkan oleh pemerintah kabupaten setempat sebagai infrastruktur prestisius, hari ini tampil sebagai ironi telanjang.
Di simpang Sukorejo–Balun, jalan baru beroperasi tanpa traffic light, tanpa marka, tanpa rambu pengendali, minim lampu penerangan jalan. Lengkap sebagai jalur maut yang disahkan oleh keputusan pejabat atau yang diresmikan oleh Bupati Lamongan Yuhronur Efendi.
Menurut salah beberapa warga setempat, yang enggan disebutkan namanya, Korban asal warga Desa Balun dan Ngujungrejo sudah berjatuhan. Ia tidak gugur di medan perang, melainkan tewas di persimpangan yang dioperasikan tanpa perlindungan keselamatan dan terkesan asal.
Bukan takdir, bukan kebetulan tapi kematian beberapa warga tersebut adalah produk langsung dari kelalaian pejabat yang meresmikan jalan lingkar Utara (JLU) tanpa standar keamanan untuk warga yang melintas.
Undang-undang berbicara jelas. Pasal 24 UU No. 22 Tahun 2009 mewajibkan keselamatan pada setiap jalan. Permenhub No. 49 Tahun 2014 mengatur simpang utama harus dilengkapi APILL.
“Ketika aturan ini diabaikan dan korban jiwa jatuh, Pasal 359 KUHP sudah menunggu: kelalaian yang menyebabkan kematian,” ujarnya.
Karena itu, Lanjut masyarakat, pejabat atau Bupati Lamongan Yuhronur Efendi jangan sekali-kali mencoba melarikan diri dengan kalimat klise.
“kematian beberapa warga tersebut adalah takdir”. Tidak. Takdir tidak menghapus marka jalan. Takdir tidak mematikan lampu merah,” tegasnya.
Menurutnya, Takdir tidak memutuskan pembukaan jalan tanpa perlengkapan keselamatan. Semua itu lahir dari kebijakan yang ditandatangani, direncanakan, dan dijalankan oleh pejabat yang berwenang.
JLU akhirnya berdiri kokoh sebagai monumen. Bukan monumen kejayaan, melainkan kuburan massal yang dibangun dengan uang rakyat, lalu dikembalikan kepada rakyat sebagai arena mereka mempertaruhkan nyawa.
“Hari ini, setiap pengendara yang melintas di JLU tak sedang mengejar ekonomi. Mereka hanya sedang antre dalam daftar panjang, menunggu giliran apakah namanya akan dicatat sebagai korban berikutnya,” tandasnya.
Sementara sampai berita ini diterbitkan, Baik dari dinas PU Bina Marga, Ketua dewan, maupun bupati Lamongan enggan menanggapi terkait permasalahan tersebut dan terkesan abaikan informasi.
Nanun menyusul Masyarakat malakukan aksi blokade jalan lantaran sudah begitu banyak korban tewas di JLU, barulah terpantau dinas terkait atau Dishub mulai sibuk memasang trafilaig atau lampu bangjo.
Dan permasalahan ini berharap pemerintah maupun ahli konstruksi harus evaluasi, jangan asal membangun saja demi kucurkan dana proyek, namun tidak memperhatikan keselamatan pengguna jalan atau warga.
Selain itu pemerintah atau pihak terkait agar menyisir sepanjang jalan JLU lantaran kontruksi pembangunan jalan diduga banyak yang membahayakan dan terkesan asal-asalan alias tanpa perhitungan yang matang. Seperti U-turn atau tempat putar balik kendaraan.
















