Buntut Pemberitaan Dugaan Pelepasan Pelaku Pencuri Kabel Telkom, Jurnalis Diintimidasi Anggota Jatanras Polda Jatim

Surabaya – Dunia pers di Jawa Timur mendadak dicekam teror. Seorang jurnalis berinisial S dari media Transpos.id diduga mendapat intimidasi langsung dari seorang perwira Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim.

Berdasarkan data, Oknum tersebut tak lain merupakan Ipda Parno, selaku Panit Jatanras Unit 4, yang justru dikenal publik sebagai aparat pemburu kriminal.

Kasus itu bermula dari pemberitaan dugaan pencurian kabel Telkom di Jalan Kedinding, Surabaya, Sabtu (6/9/2025) dini hari. Publikasi tersebut seketika memicu kemarahan Parno. Selasa (16/9/2025).

Parno menelpon jurnalis S dengan nada yang menusuk. Dan ia memaksa agar jurnalis transpos.id, datang malam harinya ke Polda Jatim, sambil menyelipkan ancaman laporan hukum.

“Datang ke Polda malam ini. Kebetulan saya piket. Kalau tidak ada etika baik, terpaksa saya laporkan,” ujar Parno

Kata-kata itu terdengar seperti ultimatum. Dan situasi yang seharusnya normal antara aparat dan pers mendadak berubah jadi mencekam, seperti ruang interogasi yang gelap. Jurnalis dipaksa tunduk, bukan dengan argumentasi, melainkan tekanan.

Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 dengan jelas melindungi kebebasan pers dari segala bentuk intimidasi. Apa yang dilakukan Parno justru menabrak garis hukum yang seharusnya ia jaga.

Komunitas Vanguard Jurnalis Bersatu (VJB) merespons keras. Mereka menyebut tindakan Parno bukan sekadar salah paham, melainkan bentuk nyata teror terhadap jurnalis.

“Kami sangat kecewa. Polisi seharusnya menghormati peran jurnalis. Bukan menebar ancaman,”tegas Kukuh Setya, perwakilan VJB.

VJB bahkan berencana melaporkan kasus ini ke Bidpropam Polda Jatim. Mereka menegaskan, intimidasi terhadap jurnalis adalah langkah gelap yang merusak kemitraan pers dan aparat penegak hukum.

Saat dikonfirmasi, Parno mencoba meredakan,“Udah mas, tidak jadi saya permasalahkan. Hanya salah paham saja. Tidak apa-apa kalau mau klarifikasi, semuanya mitra mas,” ujarnya lewat telepon.

Namun, jawaban itu tidak menghapus fakta bahwa intimidasi telah terjadi. Pimpinan Ditreskrimum Polda Jatim pun bungkam. Dirkrimum Kombes Pol Widiatmoko hanya mengarahkan wartawan ke Kasubdit Jatanras AKBP Arbaridi Jumhur yang disebut sedang di luar kota, sementara Kanit Jatanras Unit 4, AKP Jamal, sama sekali tidak merespons.

Kasus ini kini menggantung dengan bau busuk intimidasi yang masih pekat. Pers seharusnya dilindungi, bukan diteror. Jika peristiwa seperti ini dibiarkan, maka malam gelap bagi kebebasan pers tinggal menunggu waktu untuk benar-benar menelan seluruh ruang demokrasi.(Tim)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan