Pemerintah Desa dan BPN Bojonegoro Bungkam, Warga Sambongrejo Gondang Pertanyakan Sertifikat PTSL Miliknya

Bojonegoro – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang semestinya menjadi solusi bagi warga untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah justru memunculkan persoalan baru di Desa Sambongrejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro.

Pasalnya, sejumlah warga yang mengikuti program tersebut sejak tahun 2019 hingga kini belum juga menerima sertifikat tanahnya.

Salah satu warga, NM, mengaku sudah menunggu bertahun-tahun lamanya tanpa kejelasan. Ia mengikuti program PTSL pada 2019 untuk tanah warisan yang sebelumnya atas nama almarhum MD, namun hingga kini tak kunjung menerima sertifikat resmi dari pemerintah desa maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Dulu tanah itu dipecah jadi dua. Yang satu atas nama MD, yang satu atas nama saya (NM). Punyanya MD sudah jadi sertifikat, tapi yang saya belum keluar sampai sekarang,” ungkap NM, Rabu (5/11/2025).

Yang lebih mengejutkan, setelah warga berinisiatif mengecek langsung ke kantor BPN Bojonegoro, ternyata arsip sertifikat milik mereka sudah tercatat dan terbit di BPN. Namun anehnya, pihak desa mengaku belum menerima dokumen sertifikat tersebut.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Warga heran bagaimana mungkin arsip asli sertifikat sudah tersimpan di BPN, tetapi dokumennya belum sampai ke tangan desa maupun pemilik tanah.

“Kami sudah ngecek langsung ke BPN, ternyata datanya sudah ada, bahkan arsip sertifikatnya juga sudah terbit. Tapi di desa katanya belum terima. Ini yang bikin warga bingung dan curiga,” jelas NM.

Dari hasil pengecekan dan komunikasi antar warga, ternyata bukan hanya satu atau dua sertifikat yang belum diserahkan.

Diperkirakan ada sekitar sepuluhan sertifikat lain dari peserta PTSL tahun 2019 yang juga belum diterima oleh pemiliknya hingga kini.

Warga pun mulai mempertanyakan kejelasan proses distribusi sertifikat tersebut, terutama mengingat bahwa seluruh peserta program PTSL sudah memenuhi kewajiban administrasi, termasuk pembayaran biaya pengurusan sebesar Rp500.000.

“Semua warga dulu sudah bayar lima ratus ribu rupiah untuk PTSL. Tapi kok sudah enam tahun belum ada kejelasan. Kalau memang sudah jadi, kenapa tidak diserahkan. Kalau belum, kenapa di BPN sudah ada terbit arsipnya,” tegasnya.

Warga menilai pihak pemerintah desa maupun BPN Bojonegoro terkesan saling lempar tanggung jawab tanpa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat.

Hingga kini, tidak ada sosialisasi, pengumuman resmi, atau tindak lanjut konkret terkait penyerahan sertifikat PTSL yang diduga tertahan itu.

“Kami sudah bolak-balik tanya ke kantor desa, jawabannya selalu belum tahu. Dari BPN juga tidak memberi kepastian kapan diserahkan. Kami hanya ingin kejelasan,” kata NM.

Masyarakat Desa Sambongrejo kini menuntut klarifikasi resmi dari dua pihak, pemerintah desa dan BPN Bojonegoro. Mereka berharap ada keterbukaan informasi mengenai status sertifikat yang telah diterbitkan namun belum diterima warga.

“Kami hanya minta kejelasan, kalau memang sudah jadi sertifikatnya, tolong diserahkan. Kalau belum, ya jelaskan kapan jadinya. Jangan diam saja,” ujar NM.

Warga juga mendesak agar Pemkab Bojonegoro turun tangan melakukan pengecekan terhadap proses penyerahan sertifikat PTSL di wilayah Gondang yang dinilai tidak transparan.

Program PTSL yang dijalankan pemerintah ini sejatinya bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah secara cepat dan gratis.

Namun kasus seperti di Desa Sambongrejo, Kecamatan Gondang ini justru menimbulkan ketidakpercayaan publik karena minimnya koordinasi dan transparansi antar instansi.

Masyarakat berharap ke depan tidak ada lagi warga yang menjadi korban ketidakjelasan administrasi seperti ini. Karena bagi mereka, sertifikat tanah bukan sekadar kertas melainkan bukti legal atas hak yang dilindungi negara. (Red)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan