Surabaya – Dengan adanya penyegelan usaha rongsokan yang tidak mengantongi izin di Dukuh Bulak Banteng Patriot 3, Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya kini menui sorotan publik, pasalnya. Satpol PP kota Surabaya telah menyegel tetapi penyegelan tersebut hanya ngeprank atau fiktif.
Penyegelan yang dilakukan oleh petugas satpol PP gabungan, Kecamatan Kenjeran dan Kota Surabaya tersebut perlu dipertanyakan bahwa penyegelan itu hanya sebagai simbul pembohong publik diduga kuat pengusaha rongsokan yang di kuasai Budiman dirasa kebal hukum dan diduga punya bekingan.
Hal itu terbukti bahwa pada hari Senin (11/08) lalu. Petugas gabungan dari satuan polisi pamong praja telah melakukan penyegelan usaha rongsokan milik Budiman yang mana sudah menganggu jalan serta meresahkan masyarakat sekitar atas dampak dan keselamatan.
Namun penyegelan oleh petugas gabungan tersebut hanya dilakukan sementara atau sehari itu saja, dengan keesokannya usaha milik Budiman sudah kembali beroperasi seolah-olah tidak ada tindakan tegas dari pemerintah kota Surabaya
Sedangkan usaha rongsokan yang di kelola Budiman tidak mengantongi izin bahkan ia baru saja ingin mengurus dan izin masih dalam proses, hal itu sepertinya ada pembiaran diduga kuat pemerintah kota Surabaya sudah tutup dengan adanya pelarangan tersebut.
Saat di konfirmasi Kepala Satpol-PP Kota Surabaya Achmad Zaini, S.Sos, M.Si diruang kerjanya membenarkan atas penyegelan yang dilakukan oleh anggotanya, namun ia berdalih bahwa penyegelan tersebut hanya salah sasaran atau bukan milik Budiman.
“Maaf memang benar penyegelan itu dilakukan oleh anggota kami, namun kalau bisa sampean (Kamu) jika memberitakan jangan satu usaha saja karena di wilayah Bulak Banteng semua usaha tidak mengantongi izin.” Jelas Zaini kepada Panjinasional.net,
Lanjut Achmad Zaini juga sempat sedikit mengintimidasi jurnalis yang berusaha mengkonfirmasi untuk tidak memberitakan sepihak atau hanya satu usaha tersebut, bahkan orang nomor 1 di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya ini juga meminta untuk di atur yang baik dengan pemilik usaha rongsokan tersebut
“Kalau bisa kamu atur yang baik dengan Budiman pemilik usaha rongsokan itu, supaya dianggap tidak tebang pilih, kalau saya si tidak keberatan untuk menertibkan tetapi katanya camat Kenjeran berita kamu pesenan.” Cetusnya Zaini.
Di hari yang sama Camat Kenjeran Yuri Widarko SH juga menghubungi jurnalis panjinasional.net untuk bertemu di kantornya, tanpa basa-basi Yuri Widarko langung melontarkan hak jawabnya soal berita yang katanya pesanan,
Bahkan didepan wartwan Yuri juga sempat melontarkan pembicaraan soal adanya pemerasan terhadap pemilik usaha rongsokan hal itu disampaikan oleh Budiman saat dipanggil,
“Dari pengakuan Budiman kepada saya katanya kamu meminta uang supaya berita tidak ditayangkan.” Kata Yuri.
Namun pernyataan Yuri yang di sampaikan kepada media ini sudah melanggar kode etik yang mana camat Kenjeran Surabaya sudah menanggapi sepihak dan bahkan Yuri meminta kepada media ini supaya berita tidak di terbitkan kembali.
“Tolong jangan di beritakan terus-terusan karena saya masih Diklat nanti saya usahakan mediasi dulu dengan Budiman pemilik usaha rongsokan itu, supaya perkara ini selesai.” Ujar Yuri saat di temui di kantin belakang Kecamatan Kenjeran Surabaya.
Publik berharap penegak Perda pemerintah kota Surabaya untuk tidak tebang pilih jika itu melanggar bahkan jika itu berdampak akan meresahkan masyarakat tentunya Satpol PP kota Surabaya harus bertindak tegas dan lurus untuk menertibkan usaha yang tidak mengantongi izin di wilayah Kelurahan Bulak Banteng
Kami sebagai masyarakat tentunya sangat mengapresiasi kinerja satpol PP kota Surabaya yang selama ini sudah memberikan himbauan terhadap penguasaan soal izin, tetapi jika himbauan itu dilanggar maka pemerintah kota Surabaya jangan segan-segan untuk melakukan tindakan tegas.
Misalnya. satpol PP kota Surabaya jangan tumpul keatas dan tajam kebawah, jika orang kecil seperti PKL harus di bongkar, sementara pengusaha besar hanya dibiarkan tanpa ada tindakan serta teguran bahakan tidak ditertibkan.
Padahal jelas dalam Undang -Undang yang tertera pengusaha tidak mengantongi izin dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,
Khususnya Pasal 106. Sanksi ini meliputi pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar. Selain itu, terdapat sanksi administratif seperti peringatan tertulis, denda administratif, dan pencabutan perizinan.
Undangan -Undang No.7 tahun 2014 juga mengatur tentang perdagangan dimana Pasal 106 UU ini mengatur sanksi pidana bagi para pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan tanpa mengantongi izin yang diberikan oleh Kementerian.
(Tim)