Sekdes Talok Dicopot Sepihak, BPD Tak Diajak Musyawarah, DPMD Bungkam

Oplus_16908288

Bojonegoro – Sekretaris Desa (Sekdes) Talok, Kecamatan Kalitidu, Mochamad Alfin Budhi Prasetyo, dicopot dari jabatannya secara sepihak oleh Kepala Desa Samudi. Penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Sekdes dilakukan tanpa prosedur yang jelas, melanggar ketentuan UU Desa No. 3 Tahun 2024. Ironisnya, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bojonegoro justru bungkam saat dikonfirmasi, menimbulkan dugaan pembiaran oleh pemerintah daerah.

Kepala Desa Samudi menunjuk perangkat desa lain sebagai Plt Sekdes Talok tanpa dasar regulasi yang sah. Padahal, Pasal 26 ayat (2) huruf b UU No. 3 Tahun 2024 tentang Desa menegaskan bahwa Kepala Desa hanya berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa kepada Bupati/Wali Kota, bukan memutuskan sendiri.

Lebih jauh, Pasal 115 UU Desa No. 3 Tahun 2024 mewajibkan Pemerintah Kabupaten melalui DPMD untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Artinya, DPMD semestinya hadir meluruskan persoalan ini, bukan justru diam.

Di sisi lain, dalam proses hukum, Sekdes Talok menang di Pengadilan Tinggi Surabaya pada 14 Agustus 2024 melalui putusan Nomor 534/PDT/2024/PT SBY yang menguatkan putusan PN Bojonegoro Nomor 66/Pdt.G/2023/PN Bjn. PN sebelumnya menolak seluruh gugatan Kades Samudi terkait tuduhannya kepada Sekdes Talok tentang penyalahgunaan dana desa sebesar Rp313 juta lebih.

Meski begitu, persoalan mendasar tetap ada: pemberhentian perangkat desa tanpa prosedur yang sah. Namun, Kepala DPMD Bojonegoro, Machmuddin, saat dikonfirmasi mengenai masalah ini, seakan memilih diam atau bungkam.

Sementara itu, Ketua BPD Talok, Rofi’i, ketika dikonfirmasi via WhatsApp, menegaskan dirinya tidak pernah diajak musyawarah terkait pemberhentian Sekdes.
“Kulo kok mboten diJak musawaroh terkait niku. Tapi dari pihak kecamatan, menerima. Kulo kepingin kondusip,” ujar Rofi’i.
(“Saya tidak pernah diajak musyawarah terkait itu. Tapi pihak kecamatan menerima. Saya hanya ingin kondusif,” jelasnya).

“Kalau perangkat desa bisa diberhentikan seenaknya, ini bahaya bagi tata kelola pemerintahan desa. DPMD mestinya bertindak, bukan bungkam,” ujar seorang pemerhati desa di Bojonegoro.

Hingga kini, publik masih menunggu langkah Pemkab Bojonegoro: apakah tetap membiarkan polemik ini, atau segera meluruskan agar pemerintahan desa berjalan sesuai aturan.

Bojonegoro

Penulis: KEditor: Redaksi

Tinggalkan Balasan