Wotanngare, Senin, 21/04/2025 – Sengkarut pendirian menara telekomunikasi di Desa Wotanngare terus menjadi sorotan publik. Pegiat literasi dan pemerhati kebijakan publik, Hariyono Real, menyampaikan kritik keras terhadap proses yang dinilai tidak transparan dan berpotensi melanggar peraturan.
Menurut Hariyono, kepala desa tidak boleh gegabah menyetujui proyek hanya karena pertimbangan finansial dari pihak vendor. “Kalau hanya karena uang, itu kesalahan fatal. Harus ada pertimbangan sosial, lingkungan, tata ruang, dan kepentingan masyarakat,” katanya.
Ia juga menanggapi pernyataan bahwa desa belum menyetujui proyek tersebut. “Saya sangat tidak yakin. Ini hanya soal transparansi. Kepala desa pasti tahu dan jadi pihak pertama yang dihubungi vendor. Kalau sudah ada lampu hijau, proses itu pasti berjalan,” tegasnya.
Hariyono menyoroti minimnya pemahaman masyarakat soal regulasi pendirian menara dan lemahnya proses sosialisasi. Ia mengingatkan bahwa pembangunan seperti ini tunduk pada sejumlah regulasi penting, termasuk:
Regulasi yang Mengatur Pendirian Menara Telekomunikasi:
1. SKB 3 Menteri (2009):
Surat Keputusan Bersama antara:
Menteri Komunikasi dan Informatika
Menteri Dalam Negeri
Menteri Pekerjaan Umum
SKB ini mengatur tata cara pembangunan dan penggunaan bersama menara telekomunikasi, termasuk ketentuan:
Lokasi pembangunan (harus sesuai tata ruang)
Persetujuan masyarakat sekitar
Kajian teknis dan lingkungan
Pemanfaatan bersama menara untuk efisiensi ruang
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi:
Pasal 7 menyebut bahwa penyelenggaraan telekomunikasi wajib menjamin kepentingan umum dan memperhatikan keamanan serta lingkungan.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Wajib melakukan kajian dampak lingkungan (AMDAL) untuk bangunan yang berpotensi mengganggu lingkungan sekitar.
4. Peraturan Menteri Kominfo No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.
Potensi Pelanggaran:
Pelanggaran Tata Ruang: Jika lokasi menara tidak sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) setempat.
Pelanggaran Prosedur Perizinan: Jika menara dibangun tanpa izin lingkungan atau tanpa sosialisasi kepada masyarakat.
Pelanggaran Administrasi: Jika izin dilakukan “di bawah meja” tanpa transparansi dan melibatkan masyarakat secara formal.
Melanggar Prinsip Persetujuan Informasi Awal dan Sepenuhnya (PADI): Yang menjadi prinsip dasar dalam proyek-proyek yang berdampak pada masyarakat.
Hariyono menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan ketat. “Setiap pembangunan harus selesai urusan izinnya dulu. Jangan sampai rakyat jadi korban karena pembangunan dipaksakan tanpa prosedur,” pungkasnya.