Bojonegoro – Kepala Desa Talok, Kecamatan Kalitidu, Samudi, akhirnya menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro pada Rabu (3/9/2025). Pemeriksaan berlangsung setelah muncul pemberitaan dari salah satu media mengenai dugaan penyimpangan pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2024.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Bojonegoro, Reza Aditya Wardana, menjelaskan pemeriksaan dilakukan sejak pukul 09.00 WIB hingga 12.00 WIB, atau hanya sekitar tiga jam. “Materi pemeriksaan terkait dugaan penyimpangan TKD dan APBDes Tahun Anggaran 2024,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 25 Agustus 2025 lalu, Kades Samudi bersama lima perangkat desa dipanggil namun tidak hadir. Ketidakhadiran tersebut sempat menjadi perhatian, sebelum akhirnya Kades memenuhi panggilan ulang.
Kuasa hukum Kades Talok, Dr(c). Hermawan Naulah, menyampaikan bahwa kliennya tidak menggunakan uang desa untuk kepentingan pribadi dan justru memakai uang pribadi dalam pembangunan. Pernyataan tersebut menimbulkan tanda tanya, karena di sisi lain, data resmi mencatat sejak tahap III tahun 2023 hingga 2024, Desa Talok gagal mencairkan Dana Desa (DD) senilai Rp793 juta.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bojonegoro, Machmuddin, menyebut pencairan tidak bisa dilakukan karena konflik internal di Pemerintah Desa Talok dan tidak adanya proposal pencairan. Kondisi ini berimplikasi langsung pada terhambatnya pembangunan desa dan pelayanan masyarakat.
Sejumlah warga Desa Talok menyayangkan kondisi tersebut. Mereka menilai macetnya pencairan dana desa membuat pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Kami tidak tahu kenapa uang desa tidak bisa dicairkan. Yang jelas, warga yang dirugikan karena pembangunan terbengkalai,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Fakta bahwa dana desa tidak terserap, sementara kepala desa mengklaim memakai uang pribadi untuk pembangunan, menyoroti adanya ketidakjelasan dalam pengelolaan keuangan desa.
Sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) menegaskan bahwa kepala desa wajib mengelola keuangan dan aset desa secara transparan, akuntabel, dan bebas dari konflik kepentingan. Selain itu, Pasal 115 menyebutkan pemerintah kabupaten/kota melalui DPMD berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan desa.
Adapun dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3, yang mengatur perbuatan merugikan keuangan negara serta penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik.