Jakarta – Sepanjang Januari-Oktober 2025, Polri berhasil mengungkap 38.000 kasus narkoba dan menyita hampir 200 ton barang bukti. Angka ini sangat besar dan menunjukkan ketegasan serta ketangguhan polisi dalam melindungi masyarakat dari ancaman narkoba.
Capaian besar tersebut menunjukkan polisi sudah kuat di sisi penindakan. Tantangan berikutnya adalah meningkatkan daya cegah dan daya selamat di masyarakat, terutama menahan masuknya barang berbahaya.
Kemudian menyelamatkan anak muda dari jebakan percobaan pertama dan membuat lingkungan kota dan kampus lebih aman.
“Ini bukan sekadar operasi rutin, tetapi penjagaan nyata atas masa depan anak-anak muda Indonesi,” kata pengajar dan peneliti tetap program studi Hubungan Masyarakat Vokasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, Jumat (24/10/2025).
Devie mengungkapkan bahaya ancaman narkoba kini sudah berubah. Jika sebelumnya hanya pemakaian rutin dalam jangka panjang, sekarang bahayanya jauh lebih kejam dan mematikan.
Menurut studi global menyebutkan, banyak remaja tidak rutin memakai narkoba tapi saat mereka mencoba sekali, barang yang beredar sering jauh lebih berbahaya. Misalnya pil palsu mengandung zat berbahaya.
“Barang-barang ini, banyak beredar lewat media sosial dan toko online sehingga anak muda mudah tertipu.
Inilah sebabnya, menurut riset global, walau penggunaan narkoba di kalangan muda tidak meningkat, jumlah overdosis justru naik,” ungkapnya.
Pengamat Sosial ini lalu membuka hasil penelitian dari Australia dan Amerika Serikat. Dikatakannya, usia 14–17 tahun makin banyak yang tidak minum alkohol atau mencoba narkoba. Namun memasuk usia 18–24 tahun (kuliah atau kerja awal), risikonya melonjak. Mulai dari pesta minum berlebihan (binge drinking) sampai vaping dan eksperimen zat baru.
“Di sinilah peran polisi, sekolah, kampus, orang tua, dan komunitas sangat penting untuk mencegah anak muda terjerumus,” paparnya.
Devie menegaskan keberhasilan Polri dalam menangkap jaringan narkoba adalah pilar pelindung. Namun, untuk benar-benar melindungi generasi muda, perlu langkah bersama.
Penegakan hukum tetap tegas untuk memutus jaringan pengedar. Kemudian edukasi di sekolah dan kampus agar anak muda paham risiko dan tahu ke mana mencari bantuan.
Kesiapsiagaan darurat supaya overdosis bisa cepat ditangani. Lalu Kontrol ritel alkohol dan vape agar tidak mudah dijangkau remaja dan kampanye digital dengan gaya Gen Z, jujur, singkat, dan faktual tentunya rumah sebagai pondasi utama.
“Dengan kolaborasi seperti ini, keberhasilan polisi akan terasa langsung dampaknya dalam kehidupan masyarakat,” tegasnya.
Lebih jauh Devie mengatakan, bagi polisi kerja keras mereka sangat dihargai, dan jadi pilar penjaga untuk langkah pencegahan berikutnya.
Bagi orang tua dan guru penting terlibat dalam pencegahan dini dan komunikasi terbuka dengan anak-anak muda.
Bagi anak muda, bahaya narkoba bukan hanya dari “kecanduan jangka panjang”, tapi juga dari sekali coba, yang bisa berakibat fatal.
“Sekarang, saatnya kita semua ikut menjaga benteng ini dengan edukasi, kepedulian, dan kesiapsiagaan di lingkungan terdekat. Karena perang melawan narkoba bukan hanya soal menangkap pelaku, tapi menyelamatkan generasi,” tutup Devie.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Syahardiantono menegaskan, pengungkapan kasus narkoba ini merupakan wujud komitmen dari Korps Bhayangkara dalam memberantas dan mencegah peredaran narkoba.
“Pemberantasan dan pencegahan narkoba merupakan program Presiden Prabowo-Gibran yakni asta cita ke tujuh harus dilakukan terus menerus. Pak Kapolri juga menegaskan untuk terus kita perang menuntaskan narkoba dari hulu ke hilir, harus dilakukan tanpa henti,” kata Syahar dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).
Syahardiantono menghimbau masyarakat yang ingin membuat pengaduan terkait adanya peredaran gelap narkoba dapat melakukannya melalui aplikasi WhatsApp dengan menghubungi nomor 0823-1234-9494 yang aktif selama 24 jam. “Sampaikan langsung ke sini. 24 jam kita akan tindaklanjuti sesuai dengan komitmen kita,” tegasnya.
(Suroyo)











