Berita  

Motor Mogok Usai Isi Pertamax di SPBU Saradan, Warga Bojonegoro Bingung Cari Keadilan

Saradan – Bojonegoro _Tragedi memilukan kembali menimpa rakyat kecil. Satu setetes bahan bakar yang seharusnya menjadi sumber tenaga, justru berubah menjadi petaka. Bu Umi, warga Desa Taji, Kecamatan Tambakrejo, Bojonegoro, harus menelan pahitnya kenyataan setelah motor Honda Vario miliknya mogok total usai mengisi Pertamax di SPBU Pertamina 54.631.10 Saradan, Madiun, Senin siang (3/11).

Perjalanan pulang dari Kediri yang semula tenang berubah menjadi mimpi buruk di tengah hujan deras.
“Saya isi Pertamax di SPBU Saradan. Habis itu hujan deres banget, saya neduh di tengah hutan. Setelah hujan reda saya jalan lagi, tapi sampai Pasar Moneng motor saya ndredet-ndredet, terus mati total,” tutur Bu Umi dengan nada frustrasi.

Motor yang menjadi satu-satunya alat transportasinya akhirnya teronggok tak berdaya di masjid wilayah Ngawi, dikunci dengan rantai karena tak bisa dibawa pulang. Dalam keadaan basah kuyup dan kelelahan, Bu Umi harus naik bus sendirian menuju Tambakrejo — tanpa kendaraan, tanpa kepastian, hanya kebingungan dan rasa kecewa.

“Saya bingung, saya korban, tapi harus lapor ke siapa? Sepeda saya di Ngawi, siapa yang mau bantu?” ucapnya.
Sebuah pertanyaan sederhana yang seolah mewakili teriakan jutaan rakyat kecil yang tak tahu harus mencari keadilan ke mana.

Sementara rakyat menderita, pihak SPBU Pertamina 54.631.10 Saradan melalui Gunawan memberikan klarifikasi bahwa BBM di tempatnya sudah sesuai standar mutu dan densiti penerimaan.
“Setiap hari kami rutin melakukan pengecekan, dan sejauh ini belum ada komplain terkait mutu,” ujarnya singkat.

Pernyataan ini seolah menegaskan jurang antara kenyataan di lapangan dan klaim administrasi di atas kertas. Rakyat menjadi korban, namun jawaban yang datang justru terdengar seperti pembelaan diri, bukan empati.

Di tengah janji jaminan mutu energi nasional, kasus ini menjadi tamparan keras bagi sistem pengawasan BBM, yang seharusnya menjamin keamanan dan kualitas bahan bakar hingga ke konsumen akhir.

Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan tegas menyebut:

Pasal 8 ayat (1) huruf a dan b: Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan standar mutu yang berlaku.

Pasal 19 ayat (1): Pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen akibat penggunaan barang atau jasa yang diperdagangkan.

Jika terbukti ada unsur kelalaian yang merugikan harta benda masyarakat, maka Pasal 360 KUHP pun dapat diterapkan, dengan ancaman pidana bagi pihak yang lalai hingga menimbulkan kerugian.

Namun, bagi rakyat kecil seperti Bu Umi, proses hukum sering kali terasa mustahil dijangkau. Laporan kehilangan motor saja mungkin tak mudah, apalagi memperjuangkan hak terhadap perusahaan besar yang dibentengi birokrasi dan sistem panjang pertanggungjawaban.

Tragedi di tengah hujan ini bukan sekadar kisah seorang ibu dan motornya. Ini adalah alarm keras bahwa jaminan mutu dan pengawasan distribusi BBM nasional sedang bocor parah.
Negara wajib hadir, bukan sekadar dengan slogan dan siaran pers, tetapi dengan tindakan nyata dan perlindungan hukum bagi rakyat kecil yang jadi korban di jalanan.

(Tim)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan