Banyuwangi – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan eksploitasi tenaga kerja narapidana mencuat di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banyuwangi. Sejumlah mantan narapidana mengungkapkan bahwa di balik maraknya pemberitaan seremonial dan pencitraan institusi, terdapat praktik yang diduga melanggar prinsip kemanusiaan dan pemasyarakatan.
Seorang mantan narapidana yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa para warga binaan diduga diwajibkan bekerja di ladang pertanian milik lapas dengan dalih pembinaan dan kemandirian. Namun dalam praktiknya, pekerjaan tersebut disebut tidak sepenuhnya bersifat sukarela dan disinyalir disertai tekanan serta dugaan pungutan tertentu.
> “Kami disebut sedang dibina, tapi kenyataannya seperti tenaga kerja paksa. Kalau tidak ikut bekerja atau tidak menyetor, ada konsekuensi yang harus diterima,” ujar mantan napi tersebut.
Ia juga menyebutkan bahwa aktivitas kerja tersebut kerap dijadikan bahan publikasi dan pencitraan ke luar lapas, sementara kondisi sebenarnya para narapidana jarang diketahui publik.
> “Yang ditampilkan ke media itu hanya seremonial. Seolah-olah lapas humanis dan produktif, padahal di dalam banyak yang tertekan dan tidak berdaya,” tambahnya.
Menurutnya, narapidana seharusnya mendapatkan pembinaan yang adil, manusiawi, dan transparan, bukan dimanfaatkan sebagai alat produksi dengan dalih program pembinaan.
Atas dugaan tersebut, masyarakat sipil mendesak Kementerian Hukum dan HAM, Inspektorat Jenderal, serta aparat penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan dan investigasi menyeluruh terhadap pengelolaan Lapas Kelas IIA Banyuwangi, khususnya terkait program kerja narapidana dan dugaan pungli.
Hingga rilis berita ini diterbitkan, pihak Lapas Kelas IIA Banyuwangi belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut.
















