Berita  

Diduga Oknum TNI Jadi Beking Tambang Galian C Ilegal di Kedungadem

Bojonegoro, transpos.id – Rusaknya lahan pertanian atas tipu daya pengusaha nakal sering terjadi dilokasi-lokasi dataran tinggi, rayuan demi keuntungan pribadi dilakukan agar petani mau menyerahkan atau menjual kandungan lahan Tanah miliknya untuk dipangkas menjadi dataran rendah.

Banyaknya lahan – lahan pertanian yang bisa dikomersilkan menjadi lahan empuk bagi pengelola tambang yang tidak mengantongi izin pertambangan. Sebut saja KST oknum anggota ini adalah seseorang yang telah menjadi backing dibalik aktivitas Galian C yang mensukseskan salah satu pengusaha tambang di Dusun Brambang, Desa Balongcabe, Kecamatan Kedungadem.

Berdasarkan konfirmasi melalui sambungan chat WhatsApp oknum anggota Oknum TNI Makodim 0813 Bojonegoro ini mengatakan, Bahwa lokasi tersebut adalah milik kepala desa dan beliau tidak menyebutkan kepala desa siapa dan mana meskipun berulang kali ditanyakan siapa kepala desa yang di informasikan namun KST tidak menyebutkan nama maupun tempatnya, “ punya kepala desa mas , saya hanya jaga dilokasi tersebut” ucap KST menerangkan atas pertanyaan awak media di lapangan.

Namun penjelasan dari KST jauh berbeda dengan keterangan YNT salah satu warga Bojonegoro karena keterangan YNT menyebutkan bahwa KST tersebut sebelum melakukan kegiatan telah berkoordinasi dengan PRM selaku komandan yang bersangkutan dan berdasarkan keterangan YNT setiap arahan pak PRM tersebut tidak di Indahkan sehingga kini KST pun di pindah tugaskan ke Koramil Sugihwaras Bojonegoro, “ sebelum buka tambang pak KST Niki kordinasi dengan pak PRM untuk melakukan pertambangan diwilayah Dusun Brambang, Desa Balongcabe, Kecamatan Kedungadem dan pesen dari pak PRM bolo – bolo media dirumati kabeh “ terang YNT dalam bahasa Jawa medok yang artinya sebelum buka tambang pak KST ini sudah berkoordinasi dengan PRM dan pesen dari pak PRM saudara – saudara media di urus i semuanya.

Berkedok pemerataan lahan pertanian disulap menjadi lokasi tambang galian C dan dengan modal excavator 70 lahan lahan pertanian dipangkas dan dijual kepada orang – orang yang membutuhkan. meski tak mengantongi izin pertambangan rupanya KST cukup pandai memainkan birokrasi yang cantik . dengan mengandalkan seragam dibadan KST di duga menggandeng pihak – pihak terkait agar pertambangan yang dia kelola tetap berjalan lancar.

Kerusakan lingkungan sudah terlihat beberapa meter dari pintu masuk dan hal tersebut tidak menjadikan perhatian signifikan oleh pengelola tambang karena pada umumnya pengelola hanya memperhatikan keuangan yang dihasilkan saja daripada lingkungan atau jalan yang dilalui.

Banyaknya dampak negatif akibat aktivitas pertambangan. Mulai dari kerusakan ekosistem diarea sekitar lokasi , aktivitas pertambangan juga dalam jangka panjang dapat merusak saluran pernapasan apalagi lokasi yang dikelola berdebu, Dampak negatif pada pemerintah akibat pertambangan yang diduga ilegal tersebut adalah tidak masuknya ratusan Milyard rupiah pendapatan daerah untuk sektor pertambangan.

Dampak lain dari pertambangan Ilegal adalah memunculkan bibit baru korupsi yang dilakukan oleh pengelola dan instansi terkait, salah satunya kepala desa.

Seorang kepala desa tidak bisa dikatakan di mengetahui aktivitas dari usaha pertambangan ilegal karena posisi kepala desa terletak di urutan terbawah sistem pemerintahan selain kepala dusun , RT/RW dan pembiaran yang dilakukan oleh kepala desa inilah yang menjadi bibit-bibit tindak pidana korupsi meski dalam prakteknya sulit untuk dilakukan pembuktian.

Pertambangan Tanpa Izin atau PETI seharusnya terus menjadi perhatian Pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah daerah atau wilayah setempat. Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.

Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

Kendati demikian dalam hal tersebut masyarakat berharap melalui pemberitaan ini agar Dinas Lingkungan Hidup Kab.Bojonegoro dan Aparat Penegak Hukum khususnya Polda Jatim segera turun ke lokasi dan tindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku,” pungkasnya.

(Tim)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan