Kepala Dinas PUPR Tuban dan Pelaksana Bungkam, Skandal Dugaan Korupsi Proyek Jembatan Rayung Kian Menguat

Tuban – Skandal Proyek Penggantian Jembatan Rayung Ruas Jalan Senori–Sembung, Tuban, yang menelan anggaran hampir Rp1 Miliar (Nilai Kontrak Rp973,8 Juta), kini semakin memanas.

Setelah dugaan penyimpangan teknis dan pelanggaran K3 terkuak ke publik, pihak-pihak yang paling bertanggung jawab, yakni Pejabat di Dinas PUPR-PRKP Tuban dan Pelaksana Proyek, memilih bungkam seribu bahasa, mengabaikan hak publik atas informasi.

Sorotan tajam kini diarahkan langsung kepada Agung Supriyadi, Kepala Dinas PUPR-PRKP Tuban, dan Bowo, Pelaksana Lapangan dari PT Karto Joyo Putro. Upaya konfirmasi yang dilakukan tim wartawan terkait temuan fatal di lapangan, mulai dari bekisting reot, galian pondasi becek tanpa pengeringan, hingga pekerja tanpa alat pelindung diri (APD), disambut dengan keheningan yang mencurigakan.

Sikap menghindar ini bukan lagi sekadar ketiadaan etika profesional, melainkan sinyal kuat adanya upaya sistematis untuk menutupi borok proyek.

“Ketika Kepala Dinas, yang seharusnya menjamin kualitas infrastruktur publik, dan Pelaksana Proyek, yang berkewajiban mentaati kontrak, serempak menghilang, publik berhak menduga kuat: ada apa dengan proyek Rp973 Juta ini? Kebungkaman ini sama saja dengan pengakuan bersalah,” ujar salah seorang aktivis antikorupsi, dengan nada geram.

Investigasi mendalam menegaskan bahwa proyek ini mengabaikan spesifikasi teknis demi mengejar untung dan waktu, Potret Bekisting Miring: Bekisting (formwork) kayu yang digunakan untuk abutment (kepala jembatan) hanya seadanya, tanpa penopang baja (bracing) yang memadai.

Kondisi ini secara gamblang melanggar Permen PUPR. Risiko terberatnya adalah pergeseran lateral saat pengecoran, membuat kepala jembatan berpotensi miring (leaning) dan lemah sejak awal.

Pondasi Berkubang Lumpur, Pekerjaan galian pondasi dilakukan di bawah muka air tanah tanpa sistem dewatering dan perlindungan sheet pile. Beton yang dicor langsung pada tanah gembur bercampur air tanpa lapisan lean concrete adalah bunuh diri struktural.

Hal ini melanggar Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2 dan akan mempercepat kegagalan struktural dini dan penurunan diferensial jembatan.

K3 Hanya Ilusi, Pekerja dibiarkan bertarung nyawa di galian dalam tanpa helm, sepatu safety, dan pengaman dinding. Ini adalah pelecehan terang-terangan terhadap Undang-Undang Keselamatan Kerja dan Permen PUPR tentang SMKK.

Jelas, bagi kontraktor dan pengawas, nyawa pekerja jauh lebih murah daripada mutu beton. Dan Fakta ketiadaan papan nama proyek di lokasi semakin memperkuat dugaan proyek ini dijalankan dalam kerahasiaan.

Papan proyek adalah cermin keterbukaan informasi publik (KIP). Ketika kewajiban sekecil ini diabaikan, bagaimana publik bisa percaya bahwa pengawasan miliaran Rupiah dilakukan secara jujur?

Kegagalan fatal ini tidak hanya melekat pada PT Karto Joyo Putro selaku pelaksana dan Bowo, tetapi juga menancap kuat pada Agung Supriyadi sebagai pucuk pimpinan dinas dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Audit teknis independen kini adalah harga mati. Jika terbukti terjadi sunat spesifikasi untuk memperbesar margin keuntungan, proyek Jembatan Rayung ini bukan lagi sekadar kegagalan infrastruktur, melainkan simbol runtuhnya integritas birokrasi dan potensi kejahatan korupsi yang mengancam keselamatan ratusan warga Tuban.

Kepala Dinas PUPR Agung dan Pelaksana Bowo harus segera buka suara, atau bersiap menghadapi konsekuensi hukum atas dugaan kelalaian yang membahayakan nyawa dan merugikan negara.

(Tim)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan