Polresta Blitar Dinilai Lumpuh Hadapi Bandar Judi Pak Dhu di Jatilenger, Publik Desak Polda Jatim Turun Tangan

BLITAR – Diamnya Polresta Blitar terhadap arena judi sabung ayam di Desa Jatilenger yang dinakhodai Pak Dhu bukan lagi sekadar tanda tanya, melainkan sudah menjadi pernyataan sikap.

Ketidakmampuan atau keengganan aparat untuk menyentuh sosok Pak Dhu dan gelanggang mewahnya kian mempertegas dugaan bahwa hukum di wilayah hukum Blitar sedang dalam kondisi “mati suri” di hadapan bandar.

Betapa tidak, berdasarkan pantauan awak media Beritakolusi, Hingga saat ini, debu dari ban mobil-mobil mewah para penjudi masih bebas mengepul di Jatilenger setiap hari khususnya di akhir pekan. Sementara itu, Kapolresta Blitar dan jajarannya seolah terjebak dalam labirin birokrasi tanpa aksi nyata.

Maka tak salah, jika Publik kini mulai melontarkan kritik yang lebih menyengat, Apakah seragam cokelat di Blitar telah tunduk pada logistik sang bandar. Pertanyaan ini wajar muncul mengingat intelijen Polri yang dikenal mampu melacak sel teroris paling sembunyi sekalipun, mendadak buta dan tuli menghadapi keramaian judi yang lokasinya menetap dan jadwalnya terang-benderang.

Sikap jumawah Pak Dhu yang menantang lewat kalimat “Maksutnya apa, mintaknya apa?” saat dikonfirmasi, adalah bukti nyata bahwa negara telah kehilangan taringnya di Jatilenger. Kalimat itu bukan sekadar gertakan, melainkan cermin dari rasa aman yang luar biasa.

“Kalau bandar sudah berani menantang dengan nada seperti itu, berarti dia merasa sudah ‘membeli’ keamanan. Ini penghinaan terhadap institusi Polri secara keseluruhan,” ujar salah satu aktivis hukum yang memantau kasus ini.

Kekecewaan masyarakat kini telah mencapai titik nadir. Muncul desakan agar Kapolda Jawa Timur hingga Mabes Polri segera melakukan supervisi atau cuci gudang terhadap jajaran penegak hukum di Blitar yang dinilai gagal menjalankan instruksi Kapolri terkait pemberantasan judi tanpa pandang bulu.

Ada beberapa poin krusial yang kini dituntut publik, yakni Penindakan Langsung dari Polda Jatim, Mengingat dugaan kebuntuan di tingkat lokal, intervensi dari tingkat provinsi dianggap satu-satunya cara untuk memutus rantai perlindungan oknum.

Selain itu, Harus ada penyelidikan internal terhadap personil Polresta Blitar. Mengapa aktivitas yang sudah menjadi rahasia umum ini bisa berumur panjang tanpa tersentuh garis polisi.

Selanjutnya, Publik tidak butuh sekadar imbauan. Namun butuh melihat arena itu rata dengan tanah dan aktor intelektualnya berbaju oranye.

Jika dalam pekan ini Jatilenger masih dibiarkan berpesta di atas penderitaan moral masyarakat, maka benarlah asumsi publik bahwa Polresta Blitar bukan lagi pelindung rakyat, melainkan penjaga kenyamanan sindikat.

Sudah saatnya Kapolresta Blitar membuktikan bahwa dirinya masih memegang tongkat komando, bukan menjadi penonton di tengah rusaknya marwah hukum di Bumi Penataran.

Jangan biarkan rakyat menyimpulkan bahwa keadilan hanya bisa didapat jika sebuah kasus sudah viral di telinga Presiden RI Prabowo Subianto.

By Redaksi

Tinggalkan Balasan