Skandal Dugaan Korupsi Proyek Jembatan Rayung, Seakan Jadi Bukti Kolusi dan Kebohongan Birokrasi Tuban.!

Tuban – Aroma busuk dugaan korupsi pada Proyek Penggantian Jembatan Rayung dengan nilai kontrak Rp973,8 Juta kian menyengat.

Menyusul terkuaknya pelanggaran teknis dan K3 yang fundamental, kini fokus beralih pada sikap Kepala Dinas PUPR-PRKP Tuban, Agung Supriyadi, dan Pelaksana Proyek, Bowo (PT Karto Joyo Putro), yang serentak memilih bungkam.

Kebungkaman ini, alih-alih meredakan, justru dianggap sebagai pengakuan emas atas kebobrokan manajemen proyek dan integritas.

“Ketika pejabat publik dan kontraktor menghindar, itu bukan lagi urusan etika, tapi sinyal kuat adanya kesepakatan gelap untuk menutupi kerugian negara dan potensi bahaya publik,” ujar seorang pemerhati infrastruktur.

Sementara Tuntutan akan audit forensik teknis independen kini juga menjadi harga mati untuk mengungkap sejauh mana sunat spesifikasi dilakukan demi margin keuntungan yang tak bermoral.

Analisis Teknis dan Estimasi Risiko Proyek
Dugaan pelanggaran teknis yang dilaporkan menunjukkan indikasi kuat adanya structural failure (kegagalan struktural) yang didorong oleh praktik penghematan biaya yang ekstrem.

Aspek Pekerjaan Pelanggaran yang Terjadi Analisis Risiko Teknis Estimasi Kerugian Jangka Panjang Bekisting Abutment, Penggunaan kayu seadanya tanpa bracing (penopang baja) memadai, melanggar Permen PUPR.

Integritas Geometrik Hilang, Berisiko tinggi terjadi pergeseran lateral (leaning) atau deformasi saat pengecoran. Kepala jembatan akan miring atau memiliki dimensi yang tidak sesuai spesifikasi, berujung pada distribusi beban yang tidak merata.

Kekuatan Struktur Jembatan Turun 30-40%. Memerlukan perbaikan struktural besar-besaran (retrofiting) dalam 5 tahun pertama, atau bahkan pembongkaran.

Pondasi Galian Pengecoran beton langsung di tanah gembur bercampur air tanpa dewatering (pengeringan) dan tanpa lapisan lean concrete. Melanggar Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Rev. 2.

Beton Terkontaminasi, Air dan lumpur mengurangi water-cement ratio yang seharusnya, melemahkan kekuatan beton (strength loss). Pengecoran di air mempercepat korosi tulangan.

Penurunan Diferensial Jembatan (Settlement), Pondasi akan turun tidak merata. Jembatan akan melengkung atau retak dalam 1-3 tahun, sangat membahayakan pengguna.

Keselamatan Kerja (K3), Pekerja tanpa APD (helm, sepatu) di galian dalam tanpa pengaman dinding. Melanggar UU Keselamatan Kerja dan Permen PUPR tentang SMKK. Serta Mengabaikan nyawa demi kecepatan dan penghematan biaya K3. Ini menunjukkan budaya keselamatan nol dan pelanggaran kontrak yang serius.

Tuntutan Hukum Pidana dan Perdata atas kelalaian (negligence) yang dapat berujung pada cedera atau kematian pekerja. Kesimpulan Analisis, Pekerjaan Jembatan Rayung bukan sekadar proyek bermutu rendah, melainkan sebuah bom waktu struktural yang sengaja dipasang.

Kegagalan ini menunjukkan pengejaran margin keuntungan yang mengorbankan keselamatan publik dan melanggar spesifikasi teknik dasar. Dan Skandal ini adalah cerminan runtuhnya integritas dalam rantai birokrasi dan konstruksi. Tanggung jawab tidak hanya tertuju pada pelaksana lapangan, tetapi merata hingga pucuk pimpinan, Kepala Dinas PUPR-PRKP Tuban (Agung Supriyadi).

Kegagalan Kepemimpinan dan Pengawasan Top-Down, Sebagai pemegang wewenang tertinggi, Kepala Dinas bertanggung jawab penuh atas seluruh kualitas infrastruktur. Kebobrokan sistematis ini mengindikasikan kelemahan pengawasan struktural atau, yang lebih parah, pembiaran yang disengaja.

Sikap bungkamnya adalah penistaan terhadap hak publik atas informasi dan sinyal kuat adanya sesuatu yang ditutupi. Ini mencederai prinsip Akuntabilitas dan Transparansi birokrasi.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Gagal Menjalankan Kontrak, sebab PPK adalah garda terdepan yang berkewajiban memastikan spesifikasi teknis dan mutu pekerjaan sesuai kontrak.

Jika terjadi penyimpangan fatal di lapangan, PPK adalah pihak pertama yang dianggap lalai atau terlibat dalam pemufakatan jahat. Indikasi Kelalaian Berujung Korupsi, PPK harusnya menghentikan pekerjaan (Stop Work Order) saat melihat bekisting reot dan pengecoran di lumpur.

Kegagalan untuk bertindak adalah indikasi kuat adanya kolusi yang memungkinkan penyimpangan demi keuntungan kontraktor. PT Karto Joyo Putro dan Pelaksana Lapangan (Bowo).

Mentalitas Proyek Asal Jadi, Kontraktor menunjukkan mentalitas profit-seeking yang brutal, mengorbankan kualitas beton, stabilitas pondasi, dan nyawa pekerja. Ini adalah tindakan kriminal struktural yang seharusnya mendapatkan sanksi pemutusan kontrak, blacklist, dan tuntutan pidana.

Pelanggaran Hukum Berat, lantaran sudah jelas Pengabaian K3 secara terang-terangan dan pelanggaran spesifikasi Bina Marga menunjukkan pengabaian terhadap regulasi negara.

Pengawasan Fiktif, Kehadiran pelanggaran teknis yang begitu mendasar (seperti pengecoran di lumpur) menunjukkan Konsultan Pengawas tidak berada di lokasi atau menutup mata demi bayaran.

Fungsinya sebagai penjamin mutu (Quality Assurance) telah gagal total, menjadikan mereka terlibat dalam pemufakatan pelanggaran kontrak. Oleh karena itu, Kejaksaan dan kepolisian Tuban harus segera mengambilalih kasus ini.

Masalahnya, dugaan kebocoran dana hampir Rp1 Miliar ini harus diusut tuntas, dimulai dari pembukaan paksa black box keuangan dan teknis proyek, serta mengakhiri impunitas yang tersembunyi di balik kebungkaman emas para pejabat. (Tim)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan