Ngawi – Dugaan penyalahgunaan wewenang dan rekayasa administrasi mengguncang Desa Karang Tengah prandon, Dusun Prandon, Kecamatan Ngawi, Jawa Timur.
Sebuah rekaman percakapan beredar luas di kalangan warga, berisi perintah Kepala Desa Karang Tengah Prandon, Katimen, kepada Sekretaris Desa, Hariadi, untuk membuat surat terkait Tanah Kas Desa (TKD) secara tidak sah.
Dari isi rekaman itu terungkap bahwa surat tersebut disusun tanpa melalui musyawarah desa (musdes), namun dibuat seolah-olah sudah mendapat persetujuan BPD (Badan Permusyawaratan Desa).
Lebih jauh lagi, tanah kas desa yang dipermasalahkan disebut dipakai untuk kepentingan usaha anak Kepala Desa sendiri.
BPD Takut Menolak Tekanan Kepala Desa
Sejumlah sumber menyebut, BPD mengetahui adanya kejanggalan dalam proses tersebut, namun tidak berani menolak karena surat itu merupakan perintah langsung dari Kepala Desa.
“BPD hanya disodori surat untuk ditandatangani. Mereka takut kalau menolak akan dianggap melawan atasan,” ujar salah satu perangkat desa yang meminta namanya dirahasiakan.
Masyarakat menilai tindakan ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan sudah masuk kategori tindak pidana pemalsuan dan penyalahgunaan jabatan.
Potensi Pelanggaran Hukum Serius
Tindakan tersebut berpotensi melanggar berbagai ketentuan hukum, di antaranya:
Pasal 263 KUHP – Pemalsuan surat resmi, ancaman penjara hingga 6 tahun.
Pasal 421 KUHP – Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik, ancaman penjara 4 tahun.
Pasal 3 dan Pasal 12 huruf e UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Tipikor, yaitu penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri atau keluarga, dengan ancaman penjara 4–20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal 1365 KUHPerdata – Perbuatan melawan hukum atas kerugian aset milik desa.
Selain itu, tindakan ini juga menabrak Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, yang mewajibkan setiap pemanfaatan tanah kas desa melalui musdes, persetujuan BPD, dan izin tertulis dari pemerintah kabupaten.
Warga Desak Penegakan Hukum
Warga Desa Karang Tengah kini menuntut agar aparat penegak hukum turun tangan, termasuk Polres Ngawi, Kejaksaan Negeri Ngawi, dan Inspektorat Kabupaten.
“Kalau benar untuk usaha anaknya, ini korupsi terang-terangan. Aparat jangan diam saja,” tegas salah satu tokoh warga desa karang tengah prandon, dusun Prandon.
Masyarakat juga mendorong agar Dinas PMD Kabupaten Ngawi segera memanggil pihak-pihak terkait dan memeriksa keabsahan dokumen yang dibuat tanpa dasar musyawarah desa.
Desa Butuh Ketegasan Pemerintah Daerah
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Ngatimen, Sekdes Hariadi, maupun BPD Karang Tengah Prandon belum memberikan klarifikasi resmi.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi moral aparatur desa, sekaligus ujian serius bagi Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam menegakkan disiplin dan hukum di tingkat pemerintahan desa.
“Aset desa itu milik rakyat, bukan milik keluarga pejabat desa,” pungkas salah satu warga dengan nada geram.














