Tuban – Aroma busuk dugaan perlindungan terhadap komplotan mafia pencurian aset negara, berupa kabel primer milik PT Telkom Indonesia di wilayah Rengel, Tuban, semakin tak tertahankan.
Alih-alih ditindak tegas, para pelaku kejahatan kelas kakap ini justru seakan bebas, sehingga memicu kemarahan publik atas dugaan transaksi senyap di tubuh penegak hukum.
Peristiwa pencurian masif tersebut terjadi pada Jum’at dini hari (28/11/2025) di Jalan Raya Rengel, tepatnya di Beron, Punggulrejo, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban.

Menurut sumber terpercaya, aksi ini dilakukan secara terorganisir oleh sedikitnya tujuh orang pekerja yang menggunakan truk untuk menarik paksa kabel jenis KTTL (Kabel Tanah Tanam Langsung), dengan kapasitas mulai dari 10 hingga 400 pair.
Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya material bagi Telkom (yang berada di bawah Divisi Regional Madiun), tetapi juga merusak fasilitas umum lainnya.
Sementara Kabel yang dicuri berada di koordinat yang hanya diketahui oleh pegawai internal Telkom. Fakta ini menguatkan dugaan keterlibatan ‘orang dalam, menandakan bahwa sindikat ini adalah jaringan terstruktur, bukan sekadar maling ecek-ecek.
Namun, yang paling mencengangkan adalah respons dari pihak kepolisian, Polres Tuban, yang dinilai publik terlalu lamban dan cenderung diam di tempat. Padahal, APH setempat diduga telah mengetahui adanya penggalian dan identitas pasti para pelakunya.
Lambatnya penindakan ini memunculkan satu dugaan sentral yang sangat menyengat, telah terjadi transaksi senyap alias suap yang membuat para maling aset negara ini lolos dari jeratan hukum.
Publik menilai, realitas ini adalah tamparan keras bagi institusi kepolisian. Hukum seolah dibuat mainan, di mana keadilan hanya berlaku untuk yang tidak punya uang, sementara para mafia dengan segepok rupiah bisa membeli kebebasan dan perlindungan.
Isu ini diperparah dengan desas-desus liar yang beredar luas di tengah masyarakat. Kabar angin menyebutkan bahwa para mafia kabel ini tidak hanya bermodal uang, tetapi juga mendapat ‘bekingan’ kuat dari oknum berseragam hijau.
Yang lebih mirisnya, saat kasus ini mulai menguak di media, muncul nama salah satu oknum TNI yang diduga kuat sebagai dalang utama di balik kegiatan pencurian terstruktur itu. Hal ini mengindikasikan upaya masif untuk menutup rapat-rapat skandal yang melibatkan lapisan-lapisan kekuasaan.
“Praktik kotor ini, jika benar, bukan hanya sekadar pelanggaran etik. Ini adalah pengkhianatan terhadap sumpah jabatan dan penistaan terang-terangan terhadap rasa keadilan masyarakat,” tegas publik di lapangan yang enggan disebutkan namanya
Sementara Kegagalan untuk menindak tegas oknum yang mudah dibeli di level Polres Tuban dan ketidakmampuan Polda Jatim dalam membersihkan institusi mereka akan mengirimkan pesan berbahaya ke seluruh negeri, bahwa mafia bisa beroperasi dengan tenang di bawah hidung aparat penegak hukum.
Oleh karena itu, Kapolri wajib membuktikan, Apakah hukum di Indonesia tegak lurus dalam memberantas mafia, Atau, apakah hukum hanya tunduk dan bersujud pada lambaian uang para komplotan kejahatan.
Jika dugaan ini terbukti benar, maka para oknum yang terlibat harus segera dipecat secara tidak hormat, dipidanakan, dan seluruh harta kekayaan mereka yang diduga berasal dari hasil suap wajib disita negara. Jangan biarkan kegelapan ini menodai wajah penegakan hukum Republik Indonesia.
















