[contact-form][contact-field label=”Nama” type=”name” required=”true” /][contact-field label=”Surel” type=”email” required=”true” /][contact-field label=”Situs web” type=”url” /][contact-field label=”Pesan” type=”textarea” /][/contact-form]
BOJONEGORO,- Menanggapi beredar nya di beberapa media online terkait dugaan praktek pungutan liar yang terjadi di lingkungan sekolah di SMK Negeri Kasiman, Kabupaten Bojonegoro.
Kepercayaan orang tua terhadap pengajar sudah sewajar nya dan memang seharus nya untuk percaya kepada guru sebagai pengajar anak nya, namun hal ini bisa menjadikan masalah jika profesi pengajar tidak amanah. Kecurangan bisa terjadi dengan dalih ‘aturan sekolah kami’.
Berbagai cara dan trik dilakukan oleh oknum pihak sekolah atau komite agar bisa meraup keuntungan lebih tanpa memperhatikan aturan yang ada.
Bahkan para Oknum tersebut melakukan nya secara halus yang dikemas melalui sumbangan sukarela atau dana partisipasi. Pasalnya berdasarkan data yang dihimpun awak media di lapangan, SMK Negeri Kasiman diduga memungut biaya DPP (dana pengembangan pendidikan) terhadap masing-masing siswanya.
Dugaan pungutan tersebut tertulis jelas di kuwitansi pembayaran, dan masing-masing siswa membayar sebesar Rp 300-700 ribu, dengan keterangan angsuran pembayaran DPP 1 Bulan ke 1-3.
Selain kuwitansi tersebut, juga ada kuwitansi pembayaran lain dengan keterangan angsuran/pelunasan modul Kelas X, semester ganjil tahun 2022/2023 di koperasi sekolah SMK Negeri Kasiman.
Dalam kesempatan ini awak media transpos.id ini, Mencoba untuk mengklarifikasi terkait pemberitaan yang beredar dugaan (pungli) di sekolah SMK Negeri Kasiman, Kepala Sekolah SMK Negeri Kasiman Edi Suroto saat di hubungi lewat via chat WhatsApp dibuka namun tidak membalas.
Pada dasar nya kalau dugaan itu tidak benar harus nya kepala sekolah memberi penjelasan terkait pemberitaan yang beredar dugaan pungutan liar disekolah tersebut.
Dalam soal pungutan yang dikemas dalam program sumbangan tersebut apakah ada rekom dari pihak-pihak terkait khususnya Dinas pendidikan Jatim atau Gubernur, namun Komite tidak ada, dan itu hanya kesepakatan bersama yang merujuk dalam pasal Komite.
Kondisi yang lagi sulit begini para wali murid harus berupaya keras agar bisa membayar iuran sekolah anak-anak.
“Kami ini kadang bingung katanya anggaran dari pemerintah untuk pendidikan ini sudah banyak tapi kenyataan biaya sekolah masih sangat berat harus bayar ini bayar itu,” kata salah satu wali murid.(red)