Lampung Selatan, Transpos.id. – Kepala Dinas (Kadis) Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Lampung Selatan, Anasrullah, S.Sos.,M.M., mengkritisi artikel terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh BPK yang dimuat di sejumlah media lokal.
Melalui keterangan tertulisnya Anasrullah menilai, baik pemilihan kata untuk judul, dan pilihan kata kalimat cenderung ofensif dan tendensius.
Seperti judul, ‘BPK Soroti Tunjangan Perumahan DPRD Lamsel’. Padahal sama-sama dipahami, materi penulisan artikel tersebut berdasarkan LHP BPK Tahun Anggaran 2023.
“Pilihan kalimat untuk tajuk artikel tersebut berkonotasi, BPK layaknya lembaga penegak hukum dengan pilihan awalan kata ‘Soroti’. Padahal tidak ada BPK itu sorot-menyoroti hasil pekerjaannya sendiri.”
“Tupoksi BPK itu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. LHP itu laporan tertulis BPK bersifat reguler, rutin setiap tahun,” kata Anasrullah, Rabu (10/7/2024).
Lebih lanjut Anasrullah menjelaskan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) itu untuk memberikan rekomendasi perbaikan kepada pimpinan daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan publik, supaya dapat meningkatkan kualitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
“Disini perlu saya tegaskan, terkait rekomendasi LHP BPK 2023 kepada Pemkab Lamsel, keseluruhannya sudah selesai ditindaklanjuti. Clear and Clean,” tegasnya.
Anasrullah juga menyoroti pilihan kata ofensif dalam penulisan artikel tersebut pada alinea pertama. Dimana dalam artikel itu langsung mengarah ke kepala daerah terkait adanya temuan dalam laporan LHP BPK karena ketidakcermatan dalam melakukan penghitungan besaran tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD setempat.
“Saya lihat pilihan kata yang cukup ofensif ya, langsung mengarah ke kepala daerah. Padahal idealnya kan itu ke pemerintah daerah. Bukan maksud mengintervensi, tapi interpretasi pilihan kata dalam kalimat itu mengesankan memiliki muatan mengarah,” ungkapnya.
Menurut dia, tugas dan wewenang kepala daerah itu jelas, yakni memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
“Perda, APBD, itu produk bersama eksekutif dan legislatif. Maka akan ideal pilihan kata, baik itu untuk prestasi ataupun koreksi adalah produk dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Anasrullah, pada artikel lainnya dengan tajuk ‘Nah, Kejari Bakal Lidik TPP Lampung Selatan Rp14,4 Miliar yang Melanggar Aturan’.
Dalam artikel itu, sepertinya mencoba menggiring opini publik, berdasarkan LHP BPK itu, bahwa Pemkab Lamsel bermasalah dengan hukum.
Untuk meyakinkan, dalam artikel itu dikutip pernyataan dari APH, dalam hal ini Kejari Lampung Selatan dengan pilihan kata ambigu.
“Muatan artikel yang tendensius ini. Kami juga paham, isu korupsi masih isu yang populis untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Besar harapan kami pers juga dapat lebih mengedepankan kode etik jurnalistik dan menjalankan fungsinya.”
“Salah satunya sebagai bahan edukasi ke masyarakat. Bahwa LHP BPK itu sejatinya laporan tertulis yang memiliki fungsi koreksi sekaligus memberikan rekomendasi perbaikan kepada pimpinan daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan publik,” tegasnya.
Dia mengimbau seluruh elemen agar tidak menjadikan LHP BPK senagai bahan propaganda untuk kepentingan tertentu.
Terakhir, Anasrullah mengungkapkan bahwasanya pemerintah daerah senantiasa dalam posisi tangan terbuka terhadap media sebagai mitra kerja yang simbiosis mutualisme.
“Dalam pembangunan daerah, peran media cukup strategis, selain sebagai wadah sosialisasi, promosi, informasi, dan edukasi, media juga memiliki peran sebagai salah satu instrumen untuk menyerap aspirasi masyarakat dalam fungsi media sebagai kontrol sosial,” tutupnya. (red)