Panitia PTSL Desa Talok Didesak Buka Laporan Dana Rp200 Juta Setahun lebih tanpa laporan, warga pertanyakan transparansi pengelolaan dana program PTSL.

Bojonegoro – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Talok, Kecamatan Kalitidu, berubah menjadi polemik. Warga mendesak panitia segera membuka laporan penggunaan dana yang sudah terkumpul mencapai Rp200 juta. Pasalnya, meski sudah lebih dari setahun berjalan, tidak ada satu pun laporan resmi yang dipublikasikan. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan adanya penyalahgunaan dana dan lemahnya transparansi panitia.

(Sp), salah seorang perwakilan warga, menuturkan mayoritas pemohon telah menyetorkan biaya program, namun tidak ada kejelasan bagaimana uang tersebut dikelola.
“Sejak awal warga sudah patuh membayar, tapi setelah sekian lama justru tidak pernah ada kabar jelas. Kami hanya ingin tahu alurnya, berapa yang sudah terpakai, berapa yang tersisa, dan bukti pengelolaannya harus disampaikan terbuka. Ini menyangkut uang rakyat, tidak boleh ada yang ditutup-tutupi,” terangnya.

Dari data yang ada, total lebih dari 1.000 bidang tanah diajukan. Dengan tarif Rp500 ribu per bidang untuk warga Talok dan Rp600 ribu untuk warga luar desa, jumlah dana yang masuk diperkirakan mencapai Rp200 juta.

Ketua Panitia PTSL Desa Talok, (AM), mengakui dana tersebut memang belum seluruhnya digunakan. “Kurang lebih Rp100 juta sudah terpakai untuk kebutuhan program. Sisanya masih ada, tapi kami butuh waktu seminggu untuk merinci dan melaporkan ke BPD. Semua bukti penggunaan dana akan kami buka, dan jika ada pemohon yang tidak diterima, uangnya akan dikembalikan,” ujarnya.

Namun, jawaban itu dianggap belum memenuhi prinsip akuntabilitas. Sesuai UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, penyelenggaraan program yang melibatkan dana masyarakat wajib dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Bila dana digunakan tidak sesuai peruntukan, maka dapat berpotensi melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, Permen ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2017 tentang PTSL juga mengatur bahwa pungutan biaya swadaya masyarakat harus jelas peruntukannya, dilaporkan secara terbuka, dan tidak boleh dimanfaatkan di luar kebutuhan program.

Kepala Desa Talok, Samudi, menyatakan perangkat desa tidak ikut menangani dana maupun proses administrasi PTSL. Namun pernyataan ini dinilai warga tidak bisa begitu saja melepaskan tanggung jawab desa. Sebab, panitia PTSL dibentuk atas dasar keputusan desa, bekerja di bawah payung pemerintahan desa, dan menggunakan fasilitas desa dalam prosesnya.
“Desa tidak bisa hanya cuci tangan. Bagaimanapun, panitia bekerja atas mandat desa. Kalau ada dana yang bermasalah, desa ikut bertanggung jawab,” ujar salah satu warga lainnya.

Kini, pertanyaan besar masih menggantung: ke mana aliran dana Rp200 juta itu? Apakah benar dikelola sesuai aturan, atau justru ada penyimpangan? Jika tidak segera dibuka terang-benderang, bukan hanya panitia, tapi juga Pemerintah Desa Talok yang bisa terseret dan harus mempertanggungjawabkan di hadapan hukum.

Bojonegoro

Penulis: IEditor: Redaksi

Tinggalkan Balasan