TANGERANG, transpos.id- Galian Tanah yang terus beroperasi mengakibatkan rusaknya lahan pesawahan di wilayah Desa Bakung dan Desa Blukbuk, serta ceceran tanah disepanjang jalan, terutama disepanjang Jalan Raya antara Desa Bakung Sampai lokasi pengurugan di Desa Pagedangan Ilir dan Desa Muncung. Jumat ( 07/05/24).
Ada beberapa Galian Tanah yang diduga ilegal sampai sekarang masih terus beroperasi, pertama galian tanah milik Ridwan, lokasi galian di Desa Blukbuk, yang kedua galian tanah milik H. Daman di Kampung Cimentul Desa Bakung milik H. Daman yang keduanya berada di wilayah Kecamatan Kronjo Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.
Dampak yang ditimbulkan bukan saja lahan pesawahan yang biasa digarap oleh warga untuk menanam padi, sekarang menjadi kubangan air dengan kedalaman diatas 3 meter, polusi udara berupa debu yang beterbangan disepanjan jalan yang dilalui armada pengangkut tanah karena beroperasi siang dan malam, sehingga membuat Desa Bakung seolah Negeri diatas debu, jika hujan turun sering terjadi kecelakaan lalulintas, terutama pengguna kendaraan bermotor roda dua, karena banyak ceceran tanah sehingga jalan raya menjadi licin apabila hujan turun
Ramainya pemberitaan di Media media Online dan Surat Kabar tidak menimbulkan respon dari Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk segera melakukan tindakan tegas, demontrasi warga yang menolak adanya galian tanah yang diduga ilegal karena berdampak terhadap kerusakan lingkungan serta polusi udara yang mempengaruhi buruknya baku mutu udara, tidak membuat Pemerintah Kecamatan setempat segera melakukan pencegahan sesuai dengan kewenangan, sehingga membuat asumsi masyarakat seolah pengusaha galian tanah kebal hukum.
Kasatpol PP Kabupaten Tangerang H. Agus S, saat dikonfirmasi beberapa hari yang lalu melalui SMS WhatsApp oleh awak media, sampai dengan terbitnya berita ini tidak memberikan jawaban apa apa, apalagi melakukan penutupan lokasi galian.
Snr salah seorang warga yang ikut aksi demontrasi penolakan galian tanah di Desa Bakung dengan tegas mengatakan, ” Kami warga Desa Bakung demo menolak adanya galian tanah yang masih terus beroperasi siang dan malam sampai dengan sekarang ini, bahkan, rumah rumah warga disepanjang jalan setiap hari seperti dihujani debu, ceceran tanah sering menimbulkan kecelakaan terutama pengendara motor, kaya kejadian kemarin malam, kami warga Bakung berharap Pemerintah Kabupaten dan Kepolisian melakukan tindakan’, tegas Snr.
Asepulloh Tim Detektif Investigasi Gabungnya Wartawan Indonesia ( GW)I, sekaligus Aktifis Pemerhati Lingkungan, saat ditemui oleh awak media, meminta kepada Aparat Penegak Hukum dan Pemerintah Kabupaten Tangerang segera melakukan tindakan tegas terhadap pengusaha galian tanah yang diduga ilegal sebelum terjadi kerusakan lingkungan yang lebih parah.
” Kami berharap kepada pihak Kepolisian dan pemerintah Kabupaten Tangerang segera melakukan tindakan tegas, sebelum terjadi kerusakan lingkungan yang lebih parah”, ujar Asepulloh.
Lebih lanjut dirinya juga mengatakan, ” Sudah banyak Media media online dan Surat Kabar yang memberitakan kerusakan lingkungan diakibatkan oleh galian tanah yang diduga ilegal, bahkan hampir tiap hari warga setempat melakukan aksi demontrasi penolakan galian tanah, namun sampai saat ini masih terus beroperasi, seakan pengusaha galian kebal hukum”, tutupnya.
Hal senada dikatakan oleh Nurul Qomar Wakil Ketua Umum Bidang SDM dan Organisasi DPP FRN dengan gamblang menjelaskan,” Aktivitas penambangan ilegal yang berlokasi di Desa Bakung dan Blukbuk, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, terus menjadi sorotan masyarakat, meskipun tidak memiliki izin resmi, operasi penambangan galian C di wilayah ini masih berjalan dengan aman dan terkesan kebal hukum. Kondisi ini memicu kekhawatiran warga yang terpapar dampak negatif dari kegiatan tersebut.
Harusnya setiap kegiatan penambangan harus memiliki izin yang sah, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa adanya Izin Usaha Penambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 161 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” jelasnya.
Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap pelanggaran terhadap aturan ini dapat diancam dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Pantauan di lokasi tambang menunjukkan bahwa warga sekitar mulai merasakan dampak buruk dari keberadaan tambang liar tersebut. Kondisi jalan yang kotor dan licin akibat aktivitas tambang membuat warga dan pengendara sering mengalami kecelakaan. Ungkapnya.
Lanjutnya,” Keberadaan tambang ilegal ini tidak hanya merusak lingkungan dan infrastruktur, tetapi juga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Tangerang, beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk menertibkan aktivitas ilegal ini.
Selain itu, Aparat Penegak Hukum (APH) juga diharapkan berperan aktif dalam menindaklanjuti persoalan ini agar hukum dapat ditegakkan tanpa pandang bulu.
Dengan meningkatnya tekanan dari berbagai pihak, diharapkan langkah cepat dan tegas dapat diambil untuk menutup tambang ilegal ini dan memulihkan kondisi lingkungan serta kesejahteraan masyarakat yang terdampak.
Penegakan hukum dan pengawasan yang ketat merupakan kunci untuk memastikan bahwa kegiatan penambangan di Indonesia dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, demi kepentingan bersama dan kelestarian lingkungan”, jelas Nurul Qomar.
Sampai dengan terbitnya berita ini belum ada tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk melakukan penutupan terhadap galian tanah yang diduga ilegal.
(Fz)